Burung Maleo atau Maleo Senkawor (Macrocephalon Maleo) adalah termasuk
satwa burung langka yang dilindungi pemerintah Indonesia, yang populasi
endemiknya hanya ditemukan di hutan tropis pulau Sulawesi, terutama di
Sulawesi Tengah, lebih khusus lagi sekitar Kabupaten Banggai dan
Kabupaten Sigi.
Berdasarkan dari tingginya tingkat susutnya habitat hutan yang terus
berlanjut, tingkat kematian anak burung yang tinggi, populasi yang terus
menyusut serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas,
Burung Maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam IUCN Red
List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendice I.
Maleo adalah monogami spesies, dan makanan utamanya adalah aneka
biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.
Ciri-ciri burung Maleo adalah : berukuran sedang, panjang sekitar 55 cm.
Bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata
merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah
berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau
jambul keras berwarna hitam. Ciri Maleo Jantan dan betina serupa.
Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding
burung jantan.
Yang unik dari burung Maleo adalah, ukuran telurnya yang besar sekitar
11 cm (8 kali lebih besar dari ukuran telur ayam), dan memiliki berat
240gram hingga 270gram perbutir. Anak burung Maleo sudah bisa terbang
saat baru menetas dari telurnya. Burung Maleo berkembang biak dengan
cara mengeram telut-telurnya dalam timbunan pasir, umumnya sering
ditemui di sepanjang pesisir pantai Tanjung Matop, Tolitoli, Sulawesi
Tengah.
2. BURUNG GAGAK BANGGAI
Gagak Banggai (Corvus Unicolor) atau Banggai Crow adalah burung endemik
Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah yang sangat langka dan termasuk dalam
daftar 18 burung paling langka di Indonesia dengan status Critically
Endangered (kritis), bahkan pernah dianggap sudah punah. Populasi
habitatnya adalah hutan dengan ketinggian hingga 900 meter dari
permukaan laut (dpl)
Burung ini diketahui dari dua spesimen yang ditemukan antara tahun
1884-1885 dari salah satu pulau di kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah.
Setelah penemuan itu Gagak Banggai tidak pernah lagi dijumpai hingga
pada tahun 2008 seorang ornitologis (ahli burung) Indonesia yang bernama
Muhammad Indrawan berhasil memotret dan mendapatkan foto dua spesies
Gagak Banggai di pulau Peleng, pulau dengan luas 2.340km2 , salah satu
pulau di kepulauan Banggai. Populasinya diperkirakan hanya berkisar
antara 30-200 ekor.
Ciri-cirinya adalah ukuran panjang tubuh sekitar 39 cm dan bulunya yang
hitam. Iris mata berwarna lebih gelap dibandingkan gagak hutan, ekornya
juga lebih pendek dibandingkan ekor gagak hutan. Suaranya tinggi dengan
nada yang lebih cepat bila dibandingkan suara gagak hutan.
3. BURUNG KAKAKTUA KECIL JAMBUL KUNING
Burung Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua Sulphurea) adalah burung
yang tersebar di Sulawesi, berukuran sedang dari marga cacatua, dengan
ukuran panjang sekitar 35cm.
Ciri-cirinya adalah hampir semua bulunya berwarna putih, dan terdapat
jambul berwarna kuning yang dapat ditegakkan di kepalanya. Paruhnya
berwarna hitam, kulit di sekitar matanya berwarna kebiruan dan kakinya
berwarna abu-abu. Bulu-bulu untuk terbang dan ekornya juga berwarna
kuning. Ciri burung kakaktua betina serupa dengan burung jantan.
Bersarang dan bertelur di lubang-lubang pohon hutan primer atau
sekunder, dengan jumlah telur dua sampai tiga butir.
Selain di Sulawesi , burung ini juga ditemukan di di kepulauan Sunda
Kecil, Bali, Timor Barat dan Negara Timor Leste, dimana terdapat
hutan-hutan primer dan sekunder.
Makanan utamanya adalah biji-bijian, kacang dan aneka buah-buahan.
4. BURUNG KACAMATA SANGIHE
Burung Kacamata Sangihe (Zosterops nehrkorni) atau Sangihe White Eye
adalah satwa burung langka endemik Pulau Sangihe – Sulawesi Utara, yang
dikategorikan terancam punah oleh IUCN Redlist dengan status konservasi
‘ktitis’ (Critically Endangered), yaitu status tingkat keterancaman
kepunahan tertinggi, karena diperkirakan jumlah populasi burung ini
kurang dari 50 ekor burung dewasa. Burung ini merupakan salah satu jenis
dari sekitar 22an jenis burung kacamata (pleci) yang terdapat di
Indonesia.
Ciri-cirinya berukuran kecil sekitar 12 cm. Berwarna hijau zaitun pada
bagian atas tubuh, dengan tunggir warna kuninghijau mencolok. Paruh dan
kaki berwarna jingga kepucatan.Ekor berwarna hijauhitam gelap. Dahi
berwarna hitam. lingkar mata berwarna putih agak lebar. Pipi,
tenggorokan dan penutup ekor bawah berwarna kuning cerah. bagian bawah
lainnya berwarna putihmutiara dengan sisi tubuh abuabu. Burung ini
memiliki suara siulan tipis dam halus dengan nada irama yang cepat.
Makanan utama adalah serangga dan aneka buah.
5. BURUNG MADU SANGIHE
Burung Madu Sangihe (Aethopyga Duyvenbodei) atau Sanghir Sunbird
(Elegant Sunbird). merupakan satwa burung langka endemik Kepulauan
Sangihe, Sulawesi Utara. Burung ini termasuk satu diantara burung langka
Indonesia yang berstatus endangered (terancam punah), dan karena
persebarannya yang terbatas di Kepulauan Sangihe dan beberapa pulau
sekitarnya, burung pemakan madu ini pernah dianggap sebagai burung
paling langka di kawasan Wallacea (Indonesia bagian tengah).
Karena populasi yang semakin menurun jumlahnya dan daerah sebaran burung
ini yang terbatas dan jumlah populasinya yang semakin menurun, maka
IUCN Redlist menetapkan Burung Madu Sangihe (Elegant Sunbird) dalam
status konservasi endangered (terancam punah). Oleh Pemerintah
Indonesia, burung ini juga termasuk dalam burung yang dilindungi
berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999.
Ciri-cirinya berukuran kecil sekitar 12 cm. Burung jantan memiliki bulu
bagian kepala atas berwarna hijau metalik dan biru, sekitar telinga
berwarna ungu kebiruan sedangkan bagian punggung berwarna kekuningan,
dan tunggir dan tenggorokan kuning. Burung betina bagian atasnya
berwarna zaitun kekuningan, sedangkan bagian tunggir, tenggorokan, dan
bagian bawah berwarna kuning. Paruhnya relatif panjang dan melengkung.
Ukurannya yang kecil dan gerakannya gesit sehingga terkadang sulit
diamati. Burung ini sering kali di dapati sendiri atau hidup
berpasangan. Terkadang juga dalam kelompok-kelompok kecil. Suara burung
ini belum terdiskripsikan dengan pasti tapi cenderung tinggi.
Makanan utamanya adalah madu, namun selain madu burung ini juga makan serangga dan laba-laba.
6. BURUNG ELANG BONDOL
Burung Elang Bondol (Haliastur Indus), populasi habitatnya selain di
Sulawesi, juga tersebar di seluruh Indonesia, kecuali di Jawa dan Bali
jarang ditemui. Populasi habitatnya sekitar pantai dan kepulauan di
daerah tropis. Juga masih dapat ditemukan di lahan basah dan hutan
dataran rendah sampai ketinggian 2000 m di pedalaman yang jauh dari
pantai.
Ciri-cirinya berukuran sedang (45 cm), berwarna putih dan coklat pirang.
Burung dewasa: kepala, leher, dan dada putih; sayap, punggung, ekor,
dan perut coklat terang, kontras dengan bulu utama yang hitam. Burung
Remaja, tubuh kecoklatan dengan coretan pada dada. Warna berubah menjadi
putih keabu-abuan pada tahun kedua, dan mencapai bulu dewasa sepenuhnya
pada tahun ketiga.
Makanan utamanya bervariasi, diantaranya memakan kepiting, udang, dan
ikan, memangsa burung, anak ayam, serangga, dan mamalia kecil.
Berkembang biak dengan cara bertelur 2-4 butir, dan dierami selama 28-35
hari dengan membuat sarang dari susunan patahan batang, ranting,
rumput, daun dan sampah, di atas bangunan atau cabang pohon yang
tersembunyi dengan ketinggian 6-50 meter dari permukaan tanah. Bila
bersarang di hutan mangrove, ketinggian sarang hanya sekitar 2-8 meter.
Anak burung Elang Bondol mulai belajar terbang dan meninggalkan sarang
sekitar umur 40-56 hari dan menjadi dewasa hidup mandiri dua bulan
kemudian.